Umum

Aktifis Pendiri LSM GEBRAK, Posma Robert Simanjuntak Murka; Wahai Para Pengambil Keputusan, Khususnya Gubernur DKI Dimana Fasos/Fasum UKI Boleh Berhias, Tetapi Rakyat Kecil Janganlah di Lindas.

Rakyatbicara.id – Jakarta,Kantor Berita RBN-Aktifis Pendiri LSM GEBRAK (Gerakan Bersama Rakyat Anti Korupsi) Posma Robert Simanjuntak mempertanyakan Pemda dki Jakarta, dimana Fasos/Fasum UKI. Dia bagai murka mendengar sejumlah kerabatnya sebagai PKL di depan RS UKI di gusur Aparat.

Namanya para pejuang di lahirkan bukan untuk tunduk terhadap kejoliman, melainkan sebagai pejuang akan tetap melakukan perlawanan atas perbuatan semena-mena. Apapun namanya bentuk penggusuran terhadap pedagang kaki lima di depan UKI Cawang yang dilakukan oleh sejumlah aparat sudah jelas sebagai fakta berupa ancaman dari dalam dan telah mulai nampak berupa benih-benih yang seharusnya tidak boleh terjadi apalagi untuk masyarakat ekonomi lemah.

Ingat, perjuangan tanpa mengenal lelah yang meskipun disertai dengan teriak, jeritan, memohon untuk tidak terjadi diskriminasi untuk PKL, apalagi hanya demi mempertahankan perut sejengkal dan keluarga juga mungkin diantara mereka para PKL masih ada yang mengontrak rumah sehingga sampai melakukan usaha pedagang kaki lima di malam hari, tentu hal itu membuat hati kita sangat miris mendengarnya adanya penggusuran tanpa ada kesadaran tentang arti penting mempertahankan hak hidup.

Gambaran di atas menujukkan bahwa perjuangan tidak mengenal jeda. Di hadapan kita sekarang terbentang beragam persoalan yang membutuhkan pahlawan-pahlawan masa kini. Dan, tidaklah keliru jika sebutan perduli sosial masa kini ditujukan kepada mereka yang mampu mengatasi persoalan sesuai bidang yang dikuasainya melalui dedikasi yang melebihi tuntutan.

Tentu, penggusuran terhadap PKL di depan RS UKI Cawang Jakarta Timur Selas 18 Januari 2022 ini menjadi memori dan atau catatan khusus, ada rasa perduli sosial ingin ikut berjuang, sebagai bukti betapa beraninya para pedagang kaki lima menghadapi aparat meski mereka tahu aparat sebagai kepanjangan tangan-tangan kekuasaan yang mengatur pemerintah. Apakah kita hanya berdiam diri saja melihat kenyataan ini?

Padahal, kita tahu Gubernur DKI Anies Baswedan selama ini sudah mencoba melakukan upaya untuk memperbaiki nasib para pedagang kaki lima, bahkan sering sering menyuarakan lewat media ada Pergub No.10 tahun 2015 tentang pemanfaatan trotoar sengaja menolong keadaan para PKL tersebut. Sayangnya, apakah aturan tersebut hanya sebatas resep menyenangkan hati masyarakat. Toh, kenyataan di lapangan prilaku bawahannya jauh dari harapan itu.

Kita semua menyadari betul, bahwa kondisi wilayah UKI saat ini sangat perlu Pembenahan dan penataan. Namun, kita juga harus menyadari betul bahwa kehadiran PKL makanan dan minuman yang di suguhkan para PKL di depan UKI hanya pada malam hari, tidak mengganggu kepada pengguna jalan kaki di siang hari, kalau dki sadar juga tidak sekedar berguna bagi para PKL dalam mengais secuil rejeki.

Jujurlah, kehadiran PKL setidaknya sudah mendukung pemerintah daerah Propinsi DKI selama ini dengan 3 hal yang sangat bermanfaat, diantaranya :

  1. Sebagai wisata Kuliner bagi Umum malam hari di wilayah Jakarta Timur.
  2. Sebagai tempat mudah cari makanan bagi Pengunjung/Pasien RS UKI dan para Mahasiswa UKI yang Indekost disekitar UKI.
  3. Hilangnya Jatanras yang sebagai dampak kegiatan PKL dan Pengunjung.

Oleh karena itu, sangatlah elok bila pihak-pihak lain misalnya UKI berpikir jernih dan manusiawi, lantaran sudah digusur seumpama merelokasinya ke titik yang tidak mengganggu Penampakan mungkin siapa tahu ada hantu di RS UKI, atau setuju bekerja sama dengan pihak Pemerintah DKI dalam pemanfaatan FASUM/FASOS yang merupakan kewajiban pihak UKI ke Pemerintah.

UKI boleh berhias, tetapi rakyat kecil janganlah di lindas. Mereka sebagai warga negara yang baik, bolak balik sudah bersedia turuti aturan. Mereka juga punya hak hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang maupun Permendagri, PUPR terutama Pergub Propinsi DKI Jakarta.

Janganlah sampai ada dari pihak UKI untuk berpikir membangun Bisnis “GURITA” tanpa peduli kepentingan rakyat kecil. Ini sudah jaman Reformasi, bukan lagi jaman ORBA. Kini sudah masa suburnya para pebisnis GURITA di era pemerintahan JOKOWI perlu juga peduli Rakyat jelata.

Dan,pemerintah Walikota Jakarta timur harus jujur, apakah kondisi UKI sudah sesuai dengan UU No.26/2007 tentang tata ruang ? Dan, atau apakah fosos/fasumnya sudah diserahkan ke pemerintah DKI Jakarta ? Cobalah buka Lembaran Rencana Kerja (LRK) tata ruang tentu akan bisa terjawab semuanya. Maka, alangkah baiknya keperdulian sosial dan saling perduli itu adalah elok, sehingga hidup tidak ahrus berpatokan mumpung sudah pada jabatan atau kekuasaan semata.

Demikian di kemukakan aktifis buruh SB NIBA yang juga sebagai Pendiri lembaga swadaya masyarakat Gerakan Bersama Rakyat Anti Korupsi (LSM-GEBRAK) Posma Robert Simanjuntak menyikapi penggusuran PKL Cawang.
Merdeka……!!!(Maruli S/JP)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button